Kamis, 03 November 2011

mengenal al quran al karim

Sesungguhnya Allah subhanahu wata'ala telah menganugrahkan kepada umat ini agama yang telah diridhoiNya yaitu agama islam. Dan juga Allah subhanahu wata'ala telah mengutus pada umat ini seorang rosul yang menjadi suri tauladan yang terbaik bagi umatnya. Dan Allah subhanahu wata'ala juga telah menurunkan al quran sebagai petunjuk bagi umat islam ini.



Al quran merupakan kitab suci umat islam yang merupakan sumber hukum agama islam ini. Oleh karena itu wajib bagi kita untuk memuliakannya. Diantara bentuk memuliakan al quran adalah dengan mempelajarinya dan memahaminya, karena didalam al quran terdapat berbagai pelajaran yang sangat bermanfaat bagi kita semua. Allah subhanahu wata'ala pun menurunkan al quran dalam rangka untuk dipahami, sebagaimana firmanNya (yang artinya) : Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya (yusuf : 2).

Dan Allah subhanahu wata'ala telah menjamin akan menjaga al quran dari adanya penambahan atau pengurangan, sehingga al quran ini akan terus murni hingga akhir zaman nanti. Allah subhanahu wata'ala berfirman (yang artinya) : Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya (al hijr : 9). Oleh karena itu walaupun al quran telah melewati masa yang panjang, dan juga musuh-musuh islam telah melakukan berbagai upaya untuk merubah sesuatu dari al quran baik dengan menambah atau menguranginya, al quran tetap terpelihara dari hal itu semua.


Al quran turun kepada Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam secara berangsur-angsur selama 23 tahun, dan Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam kebanyakan mendapatinya dimakkah. Allah subhanahu wata'ala berfirman (yang artinya) : Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. (al isro' : 106).

Diantara hikmah dari diturunkannya al quran secara berangsur-angsur adalah :
menguatkan hati nabi shollallahu 'alaihi wa sallam, yang mana Allah subhanahu wata'ala telah berfirman (yang artinya) : Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah (yakni kami turunkan secara berangsur-angsur) supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). Dan tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil (yakni untuk memalingkan manusia dari jalan Allah subhanahu wata'ala), melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya (al furqon : 32-33)
untuk memudahkan bagi seseorang untuk menghafalnya, memahaminya dan mengamalkannya, yang mana al quran dibacakan pada mereka sedikit demi sedikit. Allah subhanahu wata'ala berfirman (yang artinya) : Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. (al isro' : 106).
memberikan semangat untuk menerima apa yang diturunkan dari al quran dan mengamalkannya, sehingga seorang merasa rindu untuk diturunkan ayat al quran terlebih lagi ketika sedang mangalami kesusahan, sebagaimana ayat yang turun ketika 'aisyah dituduh dengan tuduhan dusta sehingga membebaskannya dari tuduhan tersebut, dan yang lainnya.
adanya tahapan-tahapan dalam pensyariatan sehingga sampai pada tingkatan yang sempurna, sebagai contohnya adalah ayat yang diturunkan tentang masalah khomr (minuman keras). Pada pertama kalinya, ayat yang turun adalah firman Allah subhanahu wata'ala (yang artinya) : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya." Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir (albaqoroh : 219). Ayat ini turun tatkala kaum muslimin masih gemar meminum khomr, sehingga ayat ini adalah sebagai pembuka untuk persiapan jiwa kaum muslimin untuk menerima pengharamannya, karena akal yang sehat akan menuntut untuk tidak membiasakan diri dengan hal-hal yang dosanya lebih besar daripada manfaatnya.

Kemudian turun ayat yang berikutnya (yang artinya) : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (an nisa : 43). Maka dalam ayat ini terkandung latihan untuk meninggalkan khomr pada sebagian waktu yaitu pada waktu-waktu sholat. Jika kaum muslimin telah terlatih untuk meninggalkannya pada sebagian waktu, tentu mereka selanjutnya bisa meninggalkannya secara keseluruhan.

Lalu setelah itu, turunlah ayat yang berikutnya yaitu firman Allah subhanahu wata'ala (yang artinya) : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (al maidah : 90-92). Maka dalam ayat ini terkandung larangan yang jelas dan menyeluruh pada seluruh waktu.

Inilah tahapan-tahapan pelarangan khomr, yang mana khomr tidak dilarang secara sekaligus namun melalui berbagai tahapan-tahapan sehingga seorang itu merasa mudah untuk meninggalkannya.  Dan demikian pula syariat-sayariat yang lainnya, turun secara bertahap agar mudah untuk diterima dan diamalkan.

Oleh karena itu para ulama membagi al quran menjadi dua bagian : makki dan madani. Ada sebagian ulama yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan makki adalah ayat-ayat yang turun di makkah, sedangkan madani adalah ayat-ayat yang turun dimadinah. namun definisi ini kurang tepat, karena disana juga ada ayat-ayat yang turun di selain makkah dan madinah, sehingga tidak bisa untuk dihukumi ayat itu makki atau madani.
maka pengertian yang benar dalam masalah makki dan madani adalah bahwa yang dimaksud dengan makki adalah ayat-ayat yang diturunkan kepada Rosulullah subhanahu wata'ala sebelum hijrohnya beliau ke madinah. Dan yang dimaksud dengan madani adalah ayat-ayat yang diturunkan kepada Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam setelah hijrohnya beliau ke madinah.

Dan atas dasar ini, maka ayat (yang artinya) : Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (al maidah : 3) termasuk dari bagian madani sekalipun ayat ini turun kepada Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam di saat haji wada' diarofah (makkah). Disebutkan dalam shohih al bukhori dari umar bin khoththob bahwasanya beliau berkata : sungguh kami mengetahui hari itu (yakni hari tatkala ayat itu turun), dan juga tempat dimana ayat itu turun pada nabi shollallahu 'alaihi wa sallam, ayat itu turun dalam keadaan beliau shollallahu 'alaihi wa sallam berdiri di 'arofah pada hari jumat.

Diantara faidah yang bisa kita ambil dari pembagian al quran menjadi makki dan madani adalah :
nampaknya balaghoh (kebagusan) al quran ditingkat yang tertinggi, yang mana al quran mengajak bicara suatu kaum sesuai dengan keadaan mereka
nampaknya hikmah syariat dipuncak yang terbaik, yang mana syariat datang secara bertahap, sedikit demi sedikit sesuai dengan keadaan yang sesuai dengan keadaan orang yang diajak bicara, sehingga menjadikan mereka siap untuk menerima syariat dan mengamalkannya.
sebagai pendidikan bagi para da'I yang menyeru kepada Allah subhanahu wata'ala, dan juga sebagai bimbingan agar mereka mengikuti apa yang telah ditempuh oleh al quran dalam cara penyampaian dan materi yang disampaikan, dan juga memperhatikan keadaan orang yang diajak bicara, sehingga dia memulai dengan hal yang terpenting kemudian yang berikutnya dan yang berikutnya, dan juga dia bisa menggunakan kekerasan pada tempatnya dan kelembutan juga pada tempatnya.
untuk membedakan antara ayat yang menghapus dan ayat yang terhapus, hal ini jika ada dua ayat makki dan madani yang mana terkumpul pada keduanya syarat-syarat penghapusan, maka jika terjadi hal yang demikian, maka ayat-ayat madani dia menghapus ayat-ayat makki, karena ayat-ayat madani lebih terakhir turunnya daripada ayat-ayat makki. Dan yang terakhir turunnya tentu dialah yang menghapus yang lebih dulu turun, yakni dalam hal ini ayat madani dia lebih terakhir turunnya, maka dia yang menghapus ayat makki, karena ayat makki lebih dulu turunnya.

Al quran pun mengalami berbagai tahapan dalam penulisannya, para ulama diantaranya asy syaikh Muhammad bin sholih al quran 'utsaimin menyebutkan ada 3 tahapan :
pada zaman nabi shollallahu 'alaihi wa sallam
diwaktu ini, penulisan al quran masih kurang karena mereka kebanyakannya bersandar pada hafalan. Hal ini disebabkan karena kuatnya daya ingat mereka dan cepatnya kemampuan mereka dalam menghafal. Dan demikian pula sedikitnya orang-orang yang bisa menulis dan sarana-sarana untuk menulis. Oleh karena itu diwaktu tersebut al quran belum dikumpulkan dalam satu mushaf. Apabila ada seorang yang mendengar ayat al quran, maka dia menghafalnya atau menulisnya pada apa yang mudah baginya, seperti pelepah kurma, lembaran dari kulit, lempengan batu dan yang lainnya.

pada zaman abu bakr ash shiddiq rodhiyallahu 'anhu
penulisan al quran di waktu ini terjadi pada tahun ke12 hijriah. Hal ini disebabkan karena banyaknya orang yang terbunuh dalam perang yamamah, dan kebanyakan mereka adalah para qurra' (penghafal al quran ), seperti salim maula abi hudzaifah, salah seorang yang mana nabi shollallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengambil al quran darinya.
Maka abu bakr rodhiyallahu 'anhu memerintahkan untuk mengumpulkan al quran agar tidak hilang, hal ini sebagaimana disebutkan dalam shohih al bukhori dalam hadits yang panjang, bahwasanya umar bin khoththob rodhiyallahu 'anhu mengisyaratkan kepada abu bakr ash shiddiq rodhiyallahu 'anhu untuk mengumpulkan al quran setelah perang yamamah. Namun pada awalnya  abu bakr rodhiyallahu 'anhu tidak bersikap karena hal ini belum pernah dilakukan dizaman nabi shollallahu 'alaihi wa sallam. Umar rodhiyallahu 'anhu pun senantiasa mengulangi permintaannya sehingga akhirnya Allah subhanahu wata'ala pun melapangkan dada abu bakr ash shiddiq rodhiyallahu 'anhu untuk melakukan hal tersebut.
Maka dipanggillah zaid bin tsabit, lalu dia pun datang. Dan pada waktu itu umar rodhiyallahu 'anhu sedang berada disisi abu bakr ash shiddiq rodhiyallahu 'anhu. Kemudian abu bakr ash shiddiq pun berkata kepadanya : sesungguhnya engkau adalah seorang pemuda yang berakal, dan kami tidak menuduhmu (dengan hal yang jelek) dan engkau pernah menulis wahyu untuk Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam, maka telitilah al quran dan kumpulkanlah. Berkata zaid bin tsabit rodhiyallahu 'anhu : maka aku pun meneliti al quran, aku mengumpulkannya dari pelepah-pelepah kurma dan lempengan-lempengan batu, dan juga dari hafalan-hafalan para shohabat. Maka terkumpullah al quran secara lengkap. Kemudian al quran tersebut berada disisi abu bakr ash shiddiq rodhiyallahu 'anhu sampai beliau wafat. Setelah itu al quran tersebut ada disisi umar rodhiyallahu 'anhu hingga beliau wafat, dan selanjutnya al quran itu disimpan disisi hafshoh bintu umar rodhiyallahu 'anha. Dan kaum muslimin telah sepakat dengan abu bakr ash shiddiq rodhiyallahu 'anhu atas hal tersebut dan menganggapnya termasuk dari kebaikan beliau rodhiyallahu 'anhu .
dizaman 'ustman bin 'affan rodhiyallahu 'anhu
hal ini terjadi ditahun ke25 hijriah. Dan penyebab dari dikumpulkannya al quran  dimasa ini adalah karena terjadinya perselisihan diantara para shahabat dalam hal bacaan, yang mana shuhuf (lembaran) al quran yang ada ditangan mereka berbeda-beda sehingga mengakibatkan berbedanya bacaan. Oleh karena itu, dikhawatirkan akan timbul fitnah dikalangan mereka. Maka 'utsman rodhiyallahu 'anhu pun memerintahkan untuk mengumpulkan lembaran-lembaran yang ada di tangan shahabat agar menjadi satu mushaf, sehingga mereka tidak lagi berselisih.

penulis : abu ali banyumas
lihat kitab : usul fii tafsir karay asy syaikh muhammad bin sholih al 'utsaimin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar